Malam ini aku tuliskan surat untuk
kekasihku di Bandung. Surat pengakuan rasa bersalah dan membuka pekung. Surat
ini aku tuliskan untuk aku layangkan merentasi Selat Melaka. Biar titis hujan
di atas kertasnya menjadi tanda air mata yang gagal diseka. Betapa selama ini
aku sangkakan sendiri-sendiri di Kuala Lumpur sudah mencukupi. Ternyata aku hanya
sesosok orang yang terlalu banyak terdera sepi.
Kekasihku, kalau saja bulu matamu
gugur itu tanda aku merinduimu. Kalau saja hatimu resah itu tanda aku sedang
bimbangkan kamu. Kalau saja alis matamu bergetar itu tanda aku separuh mati
belajar bersendiri.
Kekasihku, bayu dingin Gunung
Tangkuban Parahu biarlah membekukan hatimu. Biarkan hatimu enggan cair pada
pacar lain di kota Bandung. Lava panas di Kawah Ratu biarlah menghangatkan
ingatanmu kepadaku. Biar ingatannya hanya untuk aku di kota Malaysia.
Kekasihku, hiruk pikuk Pasar Baru
biarlah menghilangkanmu dalam ramai. Tapi jangan sesekali menyesatkanmu untuk
kembali ke tanah melayu. Lampu neon Paris Van Java biarlah menerangi
malam-malammu. Tapi jangan sampai membutakan mata matamu untuk melihat aku di
seberang sini.
Kekasihku, biarpun surat ini tidak
berbalas tinta, tetapi memadai untuk menyampai kisah hati. Kisah rindu tidak
tertanggung kepada kekasihnya di Bandung. Berkirimkan doa rindu Nabi Yusof kepada
Zulaikha. Bersama salam untuk Allah menjagamu selalu...
1 Juli 2012
Kuala Lumpur